Penyakit TBC
Penyakit TBC
dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya)
dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta
kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan
oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di
dunia.
Survei
prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan
bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan
menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun
2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256
kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Penyebab Penyakit TBC
Penyakit TBC
adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali
ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang
jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada
paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
Bakteri Mikobakterium tuberkulosa
Cara Penularan Penyakit TBC
Penyakit TBC
biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium
tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak
sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila
sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi
banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat
menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah
infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru,
otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain,
meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium
tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh
koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui
serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat
melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi
jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk
dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada
pemeriksaan foto rontgen.
Pada
sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant
sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah
banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru.
Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak).
Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang
mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya
penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan
beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum
optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah
penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi
HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah
kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi
TBC.
Gejala Penyakit TBC
Gejala
penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas
terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara
klinik.
Gejala sistemik/umum
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
- Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala khusus
- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien
anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya
kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan
penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada
anak usia 3 bulan � 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru
dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.
Penegakan Diagnosis
Apabila
dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
- Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
- Pemeriksaan fisik.
- Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
- Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
- Rontgen dada (thorax photo).
- Uji tuberkulin.
Penyebab Penyakit Kolera dan Pencegahannya
29-03-2012 diposkan oleh melindacare
Penyakit kolera tercatat
dalam sejarah sebagai penyakit berbahaya dan termasuk dalam tujuh pandemi yang
membunuh jutaan manusia di tahun 1861 dan awal tahun 60an. Penyakit yang
memiliki istilah lain sebagai penyakit infeksi saluran usus bersifat akut ini
disebabkan bakteri Vibrio cholerae. Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi.
Bakteri Vibrio Cholerae
akan mengeluarkan enterotoksin atau racunnya di saluran usus sehingga
terjadinya diare yang disertai muntah akut. Gejala ini menyebabkan penderita
hanya dalam beberapa hari dapat kehilangan banyak cairan tubuh atau dehidrasi.
Jika dehidrasi tidak
segera ditangani atau mendapatkan penanganan yang tepat dapat berlanjut ke arah
hipovolemik dan asidosis metabolik sampai akhirnya menyebabkan
kematian. Hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah di mana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ.
Sedangkan asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang
ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah.
Pada tahapan ini,
penderita tidak banyak terbantu dengan pemberian air minum biasa. Penderita
kolera membutuhkan infus cairan gula (Dextrose) dan garam (Normal
saline) atau bentuk cairan infus gabungan keduanya (Dextrose Saline).
Penyebaran Penyakit Kolera
Penyakit kolera dapat menyebar baik sebagai
penyakit yang endemik, epidemik atau pandemik. Bakteri Vibrio cholerae
berkembang biak dan menyebar melalui feses (kotoran) manusia. Jika kotoran yang
mengandung bakteri mengkontaminasi air sungai dan lainnya, maka orang yang
melakukan kontak dengan air tersebut beresiko terkena kolera, bahkan
mengonsumsi ikan dalam air yang sudah terkontaminasi pun bisa menyebabkan Anda
terkena kolera.
Gejala Penyakit Kolera
Berikut merupakan gejala dan tanda-tanda yang
ditampakkan penderita kolera :
·
Diare
encer dan berlimpah tanpa didahului rasa mulas atau tenesmus (rasa ingin buang
air besar walaupun perut sudah terasa kosong). Diare terjadi berkali-kali dalam
jumlah yang cukup banyak.
·
Kotoran
yang semula berwarna dan berbau mulai berubah menjadi cairan putih keruh tanpa
bau busuk ataupun amis. Tetapi berbau manis yang menusuk.
·
Kotoran
berwarna putih ini bila diendapkan akan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.
·
Muntah
setelah diare dan tidak merasakan mual sebelumnya.
·
Kejang
otot dan bisa disertai nyeri yang hebat.
·
Akibat
banyaknya cairan yang keluar sehingga terjadi dehidrasi dengan tanda-tanda :
detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hypotensi dan
lainnya. Jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian.
Penanganan dan pengobatan penyakit
kolera
Penderita kolera harus segera mendapatkan
penanganan, di mana langkah awalnya dengan memberikan cairan berupa infus.
Selanjurnya diberikan pengobatan terhadap infeksi yang terjadi. Sebanyak 50%
kasus kolera yang tergolong berat tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan
kematian.
Pencegahan penyakit kolera
Menjaga kebersihan lingkungan, terutama air
dan tempat pembuangan kotoran merupakan cara mencegah penyakit kolera. Mengonsumsi
air yang sudah dimasak terlebih dahulu, mencuci tangan sampai bersih sebelum
makan, mencuci sayuran, dan menghindari mengonsumsi ikan dan kerang yang
dimasak setengah matang.
Jika salah satu anggota keluarga ada yang
menderita penyakit kolera, sebaiknya diisolasi dan segera berikan
pengobatan. Lakukan sterilisasi pada benda yang tercemar muntahan atau tinja.
Dapatkan vaksinasi kolera untuk melindungi orang yang melakukan kontak langsung
dengan penderita.
0 komentar:
Posting Komentar